BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan yang dihadapi dalam bidang
peternakan di Indonesia antara lain adalah masih rendahnya produktifitas dan
mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar peternakan di
Indonesia masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit,
penggunaan teknologi dan keterampilan peternak relatif masih rendah.
Orientasi swasembada daging sapi tahun 2014
(PSDS 2014) tidak semata-mata diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan konsumen
dengan pengendalian impor (sapi dan daging) tetapi lebih diarahkan dalam
konteks peningkatan produksi, kesejahteraan peternak, dan kesinambungan usaha
peternak sapi serta meningkatkan daya saing produksi, sehingga secara langsung
maupun tidak langsung dampaknya akan mengurangi ketergantungan dari impor
daging dan sapi bakalan.
Tulang punggung penyediaan daging sapi di
Indonesia adalah peternak berskala kecil, karena hanya sedikit peternak yang
berskala menengah atau besar. Peternakan rakyat berskala kecil biasanya
merupakan usaha sambilan sehingga kurang mendapat perhatian khususnya kesehatan
reproduksi ternak. Apakahnya ternaknya sudah cukup sehat sehingga dapat beranak
setiap tahun, atau mengalami gangguan reproduksi yang berdampak pada rendahnya
service per conception (S/C), panjangnya calving interval (CI), rendahnya angka
kelahiran dan meningkatnya angka kemajiran..
Oleh karena itu untuk memperoleh sapi yang
mempunyai nilai produksi yang tinggi, kebutuhan akan manajemen pun akan sangat
penting untuk diperhatikan. Selain itu Insenminasi Buat sering dilakukan untuk
meningkatkan produktifitas dan meningkatkan kualitas dari populasinya menjadi
lebih baik dengan cara menggabungkan sifat unggul dari beberapa ternak kedalam
ternak keturunannya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud
dengan Inseminasi Buatan ?
2. Bagaimana sejarah
perkembangan Inseminasi Buatan Di Indonesia?
3. Apa Tujuan dan manfaat
dan kerugian dilakukannya Inseminasi Buatan ?
4. Bagaimana cara
memproduksi semen beku ?
5. Bagaimana sapi yang
siap di Inseminas.?
6. Bagaimana pelaksanaan
Inseminasi ?
C.
Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas
mata kuliah Ilmu Kealaman Dasar
2. Mengenalkan kepada
teman-teman yang tidak satu jurusan bagaimana teknologi dalam bidang
peternakan.
3. Untuk mengenal apa itu
inseminasi buatan
4. Untuk mengetahui bagaimana
penerapan inseminasi itu sendiri
5. Serta mengetahui mamfaat
dan kekurangan dari Inseminasi Buatan ini sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Inseminasi Buatan (IB)
Teknologi modern pada zaman sekarang telah
mampu mengatasi masalah kemandulan (bagi manusia) dan menghasilkan bibit-bibit
unggul (bagi hewan yang dapat menguntungkan manusia), khususnya dalam bidang
bioteknologi. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan melalui
inseminasi buatan.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) merupakan
teknologi yang sudah lama dikenal, namun masih relevan untuk digunakan sekarang
ini. Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik
untuk memasukkan mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan
telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke
dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat
khusus yang disebut 'insemination gun'.
Teknologi Inseminasi Buatan (IB) telah sejak
dahulu berkembang di masyarakat peternak,terutama sapi perah, karena teknologi
tersebut telah mampu memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Dalam hal
pelaksanaan program 1B, maka beberapa faktor sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan program tersebut. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh adalah
faktor betina, faktor semen beku dan faktor sumber daya manusia (SDM) dalam hal
ini inseminator. Induk betina akan merespon program 113 apabila saat dilakukan
IB kondisi induk sedang dalam keadaan estrus (berahi), untuk betina dara sudah
dalam usia dewasa kelamin, serta memang si induk tersebut tidak mempunyai
catatan penyakit terutama penyakit reproduksi .Inseminasi Buatan didefinisikan
sebagai proses memasukkan semen ke dalam organ reproduksi betina dengan
menggunakan alat inseminasi . Prosesnya secara luas mencakup penampungan semen,
pengenceran dan pengawetan semen sampai pada deposisi semen ke dalam saluran
reproduksi betina (Ax et al.,, 2000) .
B.
Sejarah Perkembangan
Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi
Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh
Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan
Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa
satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan),
Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali
(Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk
melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu
bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada
tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk
daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit
yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah.
Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965,
keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak
menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang
telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan
Di
Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan
IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan
semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak
serba guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH).
Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya
dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini
diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan
samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang – Solo – Tegal.
Inseminasi
buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah
Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf
Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di
daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda
berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu
ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi
tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi
permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Hasil-hasil
perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda
rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh
peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi
rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB
di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya
industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan
bakunya.
Kekurang
berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen
yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat
simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi
perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang
dapat perhatian.
Dengan adanya program
pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969,
maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas
pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB.
Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya
semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir
menjangkau seluruh provinsi di Indonesia.
Semen
beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris
dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru
membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi
semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun kemudian
didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang
perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur.
Untuk kerbau pernah
pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana
dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang
memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi
kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di
Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur.
Hasil evaluasi
pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974,
menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah
yaitu antara 21,3 – 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik
lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada
keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak
suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan
oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat
kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya
evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB,
perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen,
pengendalian penyakit.
C.
Tujuan, Keuntungan dan
Kerugian Insemiasi Buatan
Yang dimaksud dengan Inseminasi Buatan (IB)
atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk memasukkan mani
(spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih
dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina
dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gun‘.
1. Tujuan
Inseminasi Buatan (IB)
a) Memperbaiki
mutu genetika ternak;
b) Tidak
mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga
mengurangi biaya ;
c) Mengoptimalkan
penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang
lebih lama;
d) Meningkatkan
angka kelahiran dengan cepat dan teratur;
e) Mencegah
penularan / penyebaran penyakit kelamin.
2. Keuntungan
Inseminasi Buatan (IB)
a) Menghemat
biaya pemeliharaan ternak jantan;
b) Dapat
mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;
c) Mencegah
terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding);
d) Dengan
peralatan dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu
yang lama;
e) Semen
beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah
mati;
f) Menghindari
kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan
terlalu besar;
g) Menghindari
ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan
hubungan kelamin.
3. Kerugian
Inseminasi (IB)
a) Apabila
identifikasi birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak
akan terjadi terjadi kebuntingan;
b) Akan
terjadi kesulitan kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan
berasal dari pejantan dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan
pada sapi betina keturunan / breed kecil;
c) Bisa
terjadi kawin sedarah (inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan
yang sama dalam jangka waktu yang lama;
d) Dapat
menyebabkan menurunnya sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor
tidak dipantau sifat genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
D.
Cara Mereproduksi Semen Beku
Gambar. Tempat
Penyimpanan Semen Beku
Reproduksi semen beku hanya dapat dilakukan di
Balai Inseminasi Buatan (BIB). Tahapan-tahapan dalam memproduksi semen beku
diantaranya yaitu:
1. Mempersiapkan sapi
pejantan yang akan diinseminasi yang umurnya 15 – 18 bulan, tingginya 123 cm
dan beratnya minimal 350 kg.
2. Persiapan vagina
buatan yang suhunya mencapai 420C, vagina buatan ini harus licin, karena itu
gunakan vaseline agar licin seperti vagina yang asli
3. Penampungan semen sapi
pejantan, sapi pejantan dan spai betina disatukan kemudian sapi-sapi itu akan
melakukan fisin (pemanasan sebelum kawin), bila penis jantan telah kelihatan
merah, tegang dan kencang, maka penis langsung dimasukan ke vagina buatan.
4. Kemudian sperma dalam
vagina buatan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
a) Bila sperma berwarna
hijau, ada kotoran yang terdorong
b) Bila sperma berwarna
merah, segar, venis teriritasi
c) Bila sperma berwarna
cokelat, venis ada yang luka
d) Bila sperma berwarna
krem susu bening, maka itulah sperma yang bagus
5. Penentuan konsentrasi
semen segar
6. Proses pengenceran
sperma
7. Proses filing dan
sealing, memasukan sperma ke dalam ministrow isi I strow 0,25 CC
8. Proses pembekuan
9. After throwing dan
water intubator test
a.
Sapi yang layak untuk di IB memenuhi syarat
antara lain :
1. Sapi betina yang telah
memenuhi umur pubertas.
2. Telah menunjukkan
tanda-tanda birahi.
3. Sebaiknya induk
memiliki tulang pelvis (pinggul ) yang lebar.
4. Jika kondisi induk
sangat kecil gunakan semen sapi bali.
b. Pelaksanaan Program
Inseminasi Buatan (IB)
Gambar Proses IB
Gambar Inseminasi Gun
1.
Pemeriksaan awal
Deteksi birahi yang tepat adalah kunci utama
keberhasilan Inseminasi Buatan, selanjutnya adalah kecepatan dan ketepatan
pelayanan Inseminasi Buatan itu sendiri dilaksanakan.
Keterlambatan pelayanan Inseminasi Buatan (IB)
akan berakibat pada kerugian waktu yang cukup lama. Jarak antara satu birahi ke
birahi selanjutnya adalah kira-kira 21 hari sehingga bila satu birahi terlewati
maka kita masih harus menunggu 21 hari lagi untuk melaksanakan Inseminasi
Buatan (IB) selanjutnya. Kegagalan kebuntingan setelah pelaksanaan Inseminasi
Buatan (IB) juga akan berakibat pada terbuangnya waktu percuma, selain kerugian
materiil dan immateriil karena terbuangnya semen cair dan alat pelaksanaan
Inseminasi Buatan (IB) serta terbuangnya biaya transportasi baik untuk
melaporkan dan memberikan pelayanan dari pos Inseminasi Buatan (IB) ke tempat
sapi birahi berada.
b. Tanda - tanda birahi
pada sapi betina adalah :
1.
ternak gelisah
2.
sering berteriak
3.
suka menaiki dan dinaiki sesamanya
4.
vulva : bengkak, berwarna merah, bila diraba
terasa hangat (3 A dalam bahasa Jawa: abang, abuh, anget, atau 3 B dalam bahasa
Sunda: Beureum, Bareuh, Baseuh)
5.
dari vulva keluar lendir yang bening dan tidak
berwarna
6.
nafsu makan berkurang
Gejala - gejala birahi ini memang harus
diperhatikan minimal 2 kali sehari oleh pemilik ternak. Jika tanda-tanda birahi
sudah muncul maka pemilik ternak tersebut tidak boleh menunda laporan kepada
petugas inseminator agar sapinya masih dapat memperoleh pelayanan Inseminasi
Buatan (IB) tepat pada waktunya. Sapi dara umumnya lebih menunjukkan gejala
yang jelas dibandingkan dengan sapi yang telah beranak.
E. Waktu Melakukan
Inseminasi Buatan (IB)
Pada waktu di Inseminasi Buatan (IB) ternak harus dalam keadaan
birahi, karena pada saat itu liang leher rahim (servix) pada posisi yang
terbuka.
Kemungkinan terjadinya konsepsi (kebuntingan) bila diinseminasi
pada periode-periode tertentu dari birahi telah dihitung oleh para ahli,
perkiraannya adalah :
1.
Permulaan birahi : 44%
2.
Pertengahan birahi : 82%
3.
Akhir birahi : 75%
4.
6 jam sesudah birahi : 62,5%
5.
12 jam sesudah birahi : 32,5%
6.
18 jam sesudah birahi : 28%
7.
24 jam sesudah birahi : 12%
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Inseminasi Buatan adalah suatu proses
percepatan kebuntingan pada ternak yang sangat berperan dalam menentukan
keberhasilan dan kemajuan kegenetik, inseminasi buatan banyak digunakan karena
mempunyai banyak keuntungan bagi para peternak. Meskipun Inseminasi BUatan
Mempunyai banyak keuntungan namun tidak selamanya dan seterusnya ternak bisa di
Inseminasi Sewaktu-waktu karena harus memenuhi Siklus birahinya terlebih
dahulu.
B.
Saran
1.
Sapi yang telah diinseminasi, sebaiknya tidak
dilepas dahulu kedalam kelompok, untuk mencegah kegagalan inseminasi
buatan.
2.
Peternak diharapkan mengetahui dengan baik
gejala-gejala timbulnya birahi pada sapi, dan segera melaporkan pada
inseminator agar tidak terjadi keterlambatan inseminasi buatan.
3.
Penyuluhan diharapkan dilakukan kepada
masyarakat, agar lebih mengetahui dan lebih paham dengan inseminasi buatan.
DAFTAR PUSTAKA
Evans G and MaxwelI WMC, 1987. Salamon’s
Artificial Insemination of Sheep and Goats. Butterworths. Sydney.
Foote RH, 1980. Artificial Insemination. In
Reproduction in Farm Animal 4thEdition. Hafez, E.S.E. (Ed.). Lea and Febiger.
Philadelpia.
Hafez, E.S.E. 1993. Artificial insemination.
In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. 6 Th Ed. Lea &
Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.
Partodiharjo, Soebadi. 1987. Pemulia Biakkan
Ternak Sapi. PT Gramedia, Jakarta.
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985,
Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Toelihere, M . R. 1985. Fisiologi Reproduksi
pada Ternak. Gramedia
Toelihere MR, 1985.
Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Sumber: Internet
0 comments:
Post a Comment