Home » » Masjid, Medan: Mesjid Al-Osmani

Masjid, Medan: Mesjid Al-Osmani

Written By Unknown on Sunday, April 17, 2016 | April 17, 2016

Masjid Al-Osmanni




RAIH SUKSESMU.COM. Seperti halnya yang tercatat dalam sejarah, di Kota Medan, terdapat banyak bangunan bersejarah yang menarik untuk di ulas dan di kunjungi. Termasuk bangunan Masjid. Ada beberapa bangunan Masjid bersejarah di Kota Medan salah satunya Masjid Al Osmani. Masjid Al Osmani merupakan salah satu Masjid megah peninggalan kerajaan Deli, Medan, Indonesia. Masjid ini merupakan Masjid tertua di Kota Medan. Masjid ini merupakan Masjid besar selain Masjid Raya Al Mashun yang menjadi ikon Kota Medan selama ini. Masjid ini merupakan monument Kerajaan Deli yang di bangun oleh Sultan Osmani yang berkuasa dari tahun 1854 hingga 1858 M. Oleh karena itu lah, Masjid ini kemudian disebut Masjid Al Osmani, sesuai dengan nama pendirinya.

Masjid Al Osmani ini akrap di sebut sebagai Masjid Labuhan. Mengapa?....

     Sebagaimana sebuah monumen, dulunya pusat Kota Medan (dulunya bernama Padang Datar)  dipindahkan ke Kampung Alai, sebutan untuk Labuhan Deli. Di Labuhan Deli ini di bangun Istana Kerajaan yang lokasinya dulu berada di depan Masjid Al Osmani, sebagai pusat Kerajaan Deli. Yang meindahkan pusat Kerajaan ialah Tuanku Panglima Pasutan. Pemindahan itu dilakukan setelah tuanku Panglima Padrab Muhammad Fadli (Salah satu Raja Deli) memecah daerah kekuasaannya menjadi empat bagian untuk empat putranya. Pada tahun 1854, Sultan Deli ke tujuh, Sultan Osman Perkasa Alam membangun sebuah Masjid kerajaan di depan Istana Kesultanan Deli di Labuhan Deli, pembangunan Masjid Kesultanan ini di bangun dengan bahan kayu pilihan.
         Kemudian pada 1870-1972, Masjid yang terbuat dari bahan kayu itu di bangun permanen oleh putranya yakni Sultan Mahmud Perkasa Alam (Sultan Deli Ke-8).  Darimana uang untuk mendirikan Masjid yang sampai saat ini Megah? Begini ceritanya, pada waktu itu, Sultan Mahmud Perkasa Alam, selaku Sultan Deli ke-8 bersama rakyat menjual hasil rempah-rempah dan tembakau nya untuk membangun Masjid Al Osmani. Pada saat itu pun rakyat dan Kerajaan Melayu hidup dalam kemakmuran. Sebagai Masjid Kesultanan, dulunya Istana Kesultanan Deli pertama yang di bangun di depan Masjid ini sehingga Sultan cukup berjalan kaki jika ini ke Masjid. Ketika pertama kali di bangun, ukuran Masjid Al Osmani hanya berukuran 16 M x 16 M  dengan material utama dari kayu. Fungsi utamanya sebagai masjid tempat Sultan melaksanakan Salat serta kergiatan keagamaan dan syiar Islam.
      Pada tahun 1870, Sultan Deli ke-8, Mahmud Al Rahsyid melakukan renovasi besar-besaran terhadap bangunan Masjid yang di arsiteki seorang yang berasal dari Jerman, GD Langerers. Arsitek Jerman ini, merancang Masjid Al Osmani terinspirasi dari Masjid Cardoba di Spanyol. Makanya Mesjid Al Osmani ada corak spanyolnya.
         Selain di bangun secara permanen, dengan material dari eropa dan Persia, ukurannya juga di perluas menjadi 26 x 26 Meter. Renovasi itu selesai tahun 1872. Rancangannya unik, bergaya India dengan kubah tembaga, dan kuningan bersegi delapan. Kubah yang terbuat dari kuningan tersebut beratnya mencapai 2,5 ton. Bentuk kaligrafi dan lukisan bagian dalam kubah tidak kalah indah dengan Masjid Raya Al Mashun. Dikarenakan keunikan kubahnya, Mesjid Al Osmani menjadi Masjid tua yang lain sendiri dengan Masjid tua lainnya.
        Mesjid Al Osmani beberapa kali mengalami renovasi atau peremajaan, sebut saja pada tahun 1927 salah satunya. Pada tahun tersebut peremajaan atau renovasi Masjid Al Osmani di gagas oleh Deli Maatschappil, perusahaan yang dimiliki oleh Kesultanan Deli dengan Belanda yang bekerja sama. Selain itu, pada tahun 1964, 1977 serta 1992, Masjid yang berada di jalan Yos Sudarso Medan ini mengalami peremajaan atau renovasi.
Beberapa kali mengalami peremajaan, tidak membuat Masjid ini kehilangan ciri khas dan arsitektur aslinya. Ciri khas dan arsitektur  Masjid ini merupakan paduan bangunan Timur Tengah, India, Spanyol, Melayu, dan China
      Di Masjid ini, terdapat tiga pintu utama berukuran besar yang berada di utara, timur dan selatan mesjid. dulunya tiga pintu utama berukuran besar tersebut hanya digunakan untuk kalangan Istana saja. Sedangkan untuk rakyar biasa harus masuk melalui empat pintu yang berukuran kecil yang berada di bagian utara dan selatan. Kedua pintu berukuran kecil itu mengapit pintu utama. Di dalam Masjid ini juga terdapat empat tiang besar sebagai penyangga utama kubah mesjid yang mempunyai arti. Arti tersebut yaitu menjunjung empat sifat kenabian, yakni Sidiq (benar), amanah ( dapat dipercaya), fatanah ( pintar), dan tabligh (menyampaikan).
       Seperti pada umumnya Masjid tua dan milik kerajaan, di Masjid ini terdapat tempat pemakanan para Sultan Deli di perkarangan Masjidnya. Terdapat 5 Sultan Deli yang di makamkan di perkarangan Masjid yaitum, Tuanku Panglima Pasutan (Sultan Deli ke 4), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Sultan Deli Ke-5), Sultan Amaludin Perkasa Alam (Sultan Deli Ke 6), Sultan Osmani Perkasa Alam (Sultan Deli 5-7), dan Sultan Perkasa Alam (Sultan ke-8). Pada saat ini, Masjid Al Osmani masih tetap menunjukkan kemegahannya. Masjid ini juga disebut Masjid kuning oleh masyarakat. Mengapa disebut Masjid Kuning? Karena Masjid ini mayoritas berwarna kuning dengan garisan hijau yang berientitas melayu nya yang sangat melekat.

Melalui UU Cagar Budaya No 11 tahun 2010 dan Peraturan Kota Medan No 2 tahun 2012, membuat Masjid ini menjadi salah satu bangunan bersejarah yang di kelola oleh Pemerintah Kota Medan.

Share this article :

0 comments:

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Pet014 - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger